Bedanya Arkeologi dan Antropologi (Ekspedisi Sangihe)
Di kampus,
banyak yang menjelaskan perbedaan antara Arkeologi dan Antropologi, dua jurusan yang
sebenarnya adalah satu dan sejatinya memiliki kajian yang sama juga, yaitu sejarah
budaya.
Katanya,
Antropologi berawal dari membahas manusianya dengan segala kegiatan dan
prilakunya, sedangkan Arkeologi berawal dengan membahas benda2nya. Tapi hanya
itu, penjelasan bagaimana cara kerja dan cara fikir arkeolog dan antropolog tak
pernah didapatkan dengan cukup jelas.
~~~~~~~~
Sejak
tergabung dalam tim ekspedisi Sangihe, diam-diam saya memperhatikan kebiasaan teman-teman dalam satu tim, termasuk pada malam itu ketika pesta syukuran Bupati terpilih di Lapango,.
Ini adalah
foto dua orang mahasiswi beda jurusan di FIB UGM. Yang pake jaket putih kaos
biru-adalah mahasiswi antropologi, sedangkan yang baju kotak-kotak merah adalah mahasiswi
arkeologi. Keduanya sudah menjadi satu tim di lapangan selama beberapa hari
ini, misi mereka adalah menggali informasi tentang sejarah budaya Sangihe.
Ini adalah
adegan ketika keduanya bertamu ke salah satu rumah budayawan di Sangihe.
Namanya, Pak Alfian, seorang yang banyak tahu tentang cerita rakyat, sejarah
lisan, mitos folklor di Sangihe.
Pak Alfian adalah seniman yang banyak
membuat kerajinan khas sangihe-benda-benda khas budaya Sangihe- juga yang banyak
mengumpulkan dan mengoleksi tinggalan sejarah Sangihe.
Bagi
mahasiswi jaket putih tidak ada waktu selain untuk mencatat setiap detail kata2
yang di ucapkan Pak Alfian, dia selalu siap dengan buku kecil dan penanya.
Sampai2 saya heran, kenapa begitu rajinnya untuk mencatat, sesuatu yang sangat
jarang untuk saya dan teman-teman lain lakukan sebagai mahasiswa Arkeologi. Pertaanyaan yang sering
lontar darinya seperti, bagaimana kebiasaan masyarakat Sangihe, apa saja
upacara adatnya, lalu bagaimana pengetahuan dan pemahaman masyarakat Sangihe
terkait ini dan itu.
Sedangkan
mahasiswi berbaju kotak2, pandangan matanya tak pernah diam, sibuk
melihat-lihat benda di setiap sudut rumah Pak Alfian; pedang khas Sangir, alat
musik tagongong yang melegenda, lukisan Raja Santiago, dan benda2 lain yang
terkait kekhasan Sangir. Pertanyaan yang muncul seperti, pak pedang itu terbuat
dari apa ya? Asli atau palsu? Tahun berapa dibuatnya, bentuk seperti itu
melambangkan apa ya dan seterusnya?
Dari diskusi
yang hangat malam itu, saya mencoba mengumpulkan jenis pertanyaan lalu
membandingkannya.
Dalam bertanya Mahasiswi Antro lebih banyak menggunakan kata adakah, bagaimana, serta sesekali bertanya apa siapa dan kapan?
Dalam bertanya Mahasiswi Antro lebih banyak menggunakan kata adakah, bagaimana, serta sesekali bertanya apa siapa dan kapan?
Sedangkan
arkeo lebih banyak menggunakan kata adakah, apa, siapa dan kapan, hanya
sesekali bertanya bagaimana dan mengapa?
Kenapa ada
kecenderungan perbedaan bentuk pertanyaan tersebut dan apa artinya terkait
dengan perbedaan cara fikir arkeolog dan antropolog? Saya baru tahu sedikit,
belum tahu banyak, mungkin beberapa hari lagi bersama mereka, memperhatikan
gerak geriknya selama ber-ekspedisi, akan menjawab pertanyaan yang belum
terjawab itu.
:)
Yang jelas,
jika mahasiswi ANTRO selalu membawa buku dan pena di tangannya, maka mahasiswi
arkeo akan selalu membawa kamera dan kadang2 skala juga. Hahaha
Comments