EKSPEDISI ALAS PURWO: MENELISIK JEJAK MANUSIA PURBA di HUTAN TERTUA
Oleh
: Wastu Hari Prasetya
“Bayangkan ketika Anda sedang
berkegiatan di alam bebas hewan-hewan penghuni wilayah yang Anda kunjungi
menyambangi Anda. Seperti macan yang berburu di sekitar tenda atau babi hutan
yang mendatangi tenda karena bau dari perbekalan yang dibawa. Atau bahkan
banteng yang mengejar hingga Anda harus berlari tunggang langgang karena tanpa
disengaja memasuki wilayahnya. Terkesan menyeramkan lagi menegangkan bukan ?
Tapi itu lah sebagian pengalaman tak terduga yang kami dapatkan saat
melaksanakan Ekpedisi Alas Purwo.”
Semilir
angin dan sejuknya hembusan udara pagi mengantar kami yang terduduk lesu hasil
begadang di malam sebelumnya bersama segudang perbekalan di atas mobil bak terbuka
menuju Stasiun Lempuyangan. Setelah menunggu langsir, Kereta Api Sri Tanjung
meluncur meninggalkan Yogyakarta membawa kami rombongan Mahasiswa Arkeologi UGM
melaksanakan misi mengeksplorasi salah satu hutan tertua di ujung tenggara
Pulau Jawa, Alas Purwo Banyuwangi.
Kegiatan yang bertajuk Ekspedisi
Alas Purwo merupakan agenda dari Divisi
Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa
Arkeologi Universitas Gadjah Mada. Ekspedisi ini bertujuan mengeksplorasi gua-gua
yang ada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagai upaya menelisik
keberadaan manusia purba di salah satu hutan tertua di Pulau Jawa. Disebut
sebagai penelitian arkeologi pertama di Alas Purwo membuat kami semakin
bersemangat mengungkap keberadaan manusia yang terkenal dengan kehidupan
berburu dan meramu.
Memasuki setengah perjalanan kami
satu rombongan didera rasa lapar yang luar biasa. Ingin membeli makan di
restoran kereta tetapi harganya terlalu mahal dan menguras anggaran ekspedisi.
Bukan mahasiswa namanya jika tidak bisa memunculkan ide kreatif. The power of kepepet pun terlintas
dibenak kami untuk memanfaatkan rice
cooker yang kami bawa dikombinasikan dengan listrik di gerbong kereta yang
sejatinya hanya digunakan untuk mengisi ulang baterai handphone ataupun laptop.
Dengan lauk ayam goreng yang dibeli disalah satu stasiun pemberhentian dan nasi
hasil pemikiran yang terlampau kreatif membuat perut kami terselamatkan.
Penumpang lain hanya terperangah dan tertawa geli bercampur heran melihat
kelakuan kami demi menyelamatkan perut yang berbunyi menahan lapar layaknya
musik keroncong.
Tiba di stasiun tujuan yakni Stasiun
Karangasem, kami dijemput kenalan yang bertemu saat survei sebelumnya dan
bersedia membantu saat pelaksanaan ekspedisi. Lantaran kekurangan kendaraan
pengangkut, lagi-lagi muncul ide kreatif untuk mengatasi permasalahan
kendaraan. Semua perbekalan yang jumlah dan besarnya seperti kulkas dua pintu
diatur sedemikian rupa bersamaan dengan kami yang juga tidak sedikit jumlahnya agar
bisa diangkut sekali jalan mengingat jarak tempuh antara stasiun dan basecamp
kami memakan waktu sekitar 2 jam. Kami nampak seperti segerombolan hewan ternak
yang sedang diangkut menuju tempat penampungan. Antara sengsara dan lucu kami menahan
bentuk badan dalam posisi yang tidak semestinya sambil tertawa menyambut malam
pertama kami di Banyuwangi.
Keesokan harinya tanpa berlama-lama
kami langsung dibagi menjadi dua tim oleh koordinator lapangan untuk menjelajah
hutan sebagai langkah awal pengenalan medan Alas Purwo. Kegiatan yang memakan
waktu hampir seharian ini membuat kami mengenal sebagian kecil medan Alas Purwo
dan keberadaan gua-gua serta ceruk yang ada di Alas Purwo sebagai objek kajian
dari ekspedisi.
Sekembalinya ke basecamp koordinator
lapangan langsung mengevaluasi hasil kegiatan kami dan membagi ke dalam tim-tim
kecil untuk disebar keesokan harinya ke beberapa wilayah yang telah ditentukan
dan diprediksi memiliki jejak-jejak manusia prasejarah. Hari berikutnya kami
yang telah terbagi ke dalam tiga kelompok kecil beranggotakan tiga orang
masing-masing kelompok disebar ke tiga wilayah yang ditentukan. Dengan
perbekalan dan perlengkapan yang telah disiapkan malam sebelumnya masing-masing
kelompok berangkat bermodalkan semangat dan rasa optimis serta waktu yang cukup
lama sekitar 5-6 hari untuk bisa menemukan jejak-jejak tinggalan prasejarah
yang menjadi poin utama dalam Ekspedisi Alas Purwo kali ini.
Selama kurang lebih 6 hari kami yang
berada dalam tim-tim kecil terpisah satu sama lain. Kami hanya berkomunikasi
melalui handy talkie untuk
mengabarkan kondisi dan status tim masing-masing. Sekembalinya ke basecamp kami
bertukar cerita dan pengalaman serta apa saja yang berhasil didapat selama
menjelajah daerah yang disurvei. Seperti ada yang bertemu pengelana yang
tinggal di gua, ada yang wilayah camp-nya disambangi macan, bahkan ada yang
kejar-kejar oleh banteng dan camp-nya hampir diserang babi hutan. Selain
bercerita pengalaman yang tak terduga kami juga saling bercerita tentang temuan
jejak-jejak yang mengindikasikan bahwa manusia prasejarah kemungkinan pernah berada
di Alas Purwo.
Temuan yang kami dapatkan walaupun
tidak terlalu signifikan telah membuka sedikit tabir kemungkinan adanya
kehidupan prasejarah di Alas Purwo. Diantara temuan-temuan yang didapat seperti
gua dan ceruk yang memiliki kriteria sebagai tempat hunian masa prasejarah yang
dekat dengan sumber air dan makanan serta pencahayaan dan sirkulasi udara yang
memadai. Kemudian temuan cangkang kerang yang merupakan salah satu bahan
makanan utama manusia pada masa berburu dan meramu.
Sesuai dengan tujuan awal ekspedisi
yang ingin mengungkap identitas Alas Purwo sebagai salah satu tempat yang
mengindikasikan keberadaan manusia masa prasejarah dengan metode eksplorasi,
maka untuk tahap awal data-data yang kami dapat sudah cukup memadai untuk
diolah dan dikembangkan lebih lanjut dipenelitian berikutnya. Mengingat sifat
penelitian yang bertajuk Ekspedisi Arkeologis Alas Purwo ini adalah berkelanjutan dan memiliki jangka
waktu 3 tahun untuk bisa mengupas keseluruhan kehidupan dan kebudayaan manusia
yang pernah berada di Alas Purwo.
"Tulisan ini telah dimuat dalam majalah Artefak edisi Spesial Desember 2014"
"Tulisan ini telah dimuat dalam majalah Artefak edisi Spesial Desember 2014"
Comments