LAPANGO, KALA SENJA ITU

SANGIHE I KAKANDAGE : CERITA DIBALIK KKN-PPM UGM 2015 SANGIHE SULAWESI UTARA (Bagian 2)


Kapanpun waktunya, pagi siang hingga malam sebenarnya kawasan pesisir lapango selalu menawarkan keindahan. Namun bagi kami senja adalah waktu yang paling keren untuk menikmatinya. Cukup duduk dari dermaga atau langsung membawa perahu dayung  ke tengah laut untuk menikmati  pemandangan matahari perlahan tenggelam di antara pulau-pulau kecil, laut dan langit senja. Senja juga waktu yang tepat karena saat itu juga disuguhi pemandangan warga biasa memancing ikan dari atas perahu.
Dan sore itu kamis 23 juli 2015 adalah hari pertama kami menyelam  di laut Sangihe. Setelah menungu 3 minggu lebih akhirnya keinginan itu tercapai juga. Lewat kebaikan hati seorang pemuda desa yang bernama Ando, kami dijemput menggunakan perahu dayung dari lapango-lokasi KKN kami  menuju kampung Betau. Sebelumnya kami mengira, menyelam di betau akan menggunakan perahu sebagai tempat menyimpan peralatan dan pakaian serta untuk istirahat sejenak mengambil nafas setelah lelah menyelam. Tapi ternyata tidak, Ando mengikatkan perahu ke pohon kelapa di tepi  pantai lalu dari pantai kami disuruh berenang ke tengah laut hanya membawa kacamata, panah kayu dan kamera bawha air. 


Pemandangan bawah laut betau dibeberapa titik sangat menarik, namun kebanyakan terumbu karangnya  rusak akibat penangkapan ikan secara liar oleh masyarakat. Prilaku yang paling tidak terlupakan waktu itu adalah, ketika kami dengan sangat terpaksa juga harus menginjak terumbu karang sebagai tempat menginjakan kaki untuk berdiri sejenak dan mengambil nafas setelah lelah menyelam dan berenang. Yah, sekali lagi tidak adanya perahu membuat kami harus terus-terusan berenang dan mengambang di laut. Padahal waktu iu kami berada dilaut lebih dari dua jam. Edan gila capeknya.. Keadaan ini membuat saya teringat latihan selam di kampus jogjakarta. Latihan floting dan water trappen begitu sangat bermanfaat, mengendalikan diri di laut. Fadli teman satu KKN  beberapa kali harus berenang dulu ke laut yang lebih dangkal-menginjakan kaki di terumbu karang untuk mengambil nafas. Kesadaran perbuatan itu merusak terumbu karang sebenarnya ada, tapi sejago-jagonya anak-anak "jawa" seperti kami menyelam, dua jam bukanlah waktu sebentar kawan. Kecuali bagi mereka nelayan Sangihe, mengambang di laut yang jauh lebih dalam dengan ombak yang kuat serta harus memegang jaring ikan bukan hal sulit untuk dilakukan dalam waktu 2- jam. Mengambang di laut bagi mereka seperti halnya berdiri di atas tanah saja. Begitu tenang.  





Puas berenang dan menyelam, mendekati senja kami pulang dari betau ke lapango menggunakan perahu yang tadi. Ini salah satu pemandangan dan suasanan keren tak terlupakan selama KKN di sangihe. Detik demi detik matahari perlahan tenggelam antara laut dan langit jingga menemani perjalana pulang. Pandan mengayuh dibagan belakang sekaligus sebagai “nahkodanya” dan fadli mengayuh di bagin depan. Perahu melaju perlahan, sedikit melawan arus dan angin. Saya tertarik pada tiga orang nelayan yang sedang memancing tidak jauh dari parahu kami. Begitu keren, perahu mereka semua sama dengan gaya yang sama dan saya fikir juga dengan jarak antar perahu yang sama. Maka jadilah sore itu pemadangan luar biasa gabungan matahari tenggelam, diantara langit, jingga, permukaan laut serta disisi sudut pulau.  


Comments

Popular Posts