(bukan} Melawan Adat

Sungguh kita tidak bisa melawan alam seisi manusianya.
Bahkan sebenar apapun kita dan sesalah apapun mereka. Tugas kita hanyalah
menunjukan pada orang bahwa kita telah berpikir, berprinsip dan mempunyai
sikap. Adapun hasilnya baik atau buruk, senang atau menyakitkan, itu tidak
masalah.. toh begitu banyak perjuangan orang2 besar dulu, orang2 hebat dulu
yang sejatinya ia adalah benar, tapi berujung pada kekalahan, berujung pada
hasil yang menyakitkan. Berujung dengan ketundukan pada adat itu sendiri.
Pengalaman mereka terdahulu memberikan kita pelajaran,
bahwa yang hebat bukanlah yang bisa mengalahkan alam, tapi adalah yang terus
berkembang dan mampu menyesuaikan diri dengan alam dan se isi manusianya.
Saya ingat, ketika dulu Buya Hamka begitu getol
melawan adat. Hampir separuh hidupnya, Buya Hamka melawan dan berusaha
memperbaiki adat Minang yang membelenggu, adat Minang yang tidak adil, dan adat
Minang yang sungguh mengalahkan rasionalitas berfikir dan bersikap. Sampai hari
Tuanya, Buya Mengkritik adat Minang yang katanya berdasarkan syarak, syarak
basandi kitabullah padahal sejatinya jauh panggang dari api.
Hingga Puncak dari perlawanan dan kritik Buya Hamka,
dibuatlah buku yang isinya tentang Revolusi Adat Minang. Kata Buya, Adat Minang
yang sebagian sudah mati, sudah usang, sudah lapuk, dan berkarat tidak lagi
sesuai dengan zaman saat ini. Katanya barang sesuatu yang sudah lapuk oleh
hujan dan sudah lokang dek paneh, agar tidak hilang begitu saja baiknya
disimpan di museum saja.
Buya Hamka bukan mengkritik adat Minang secara
keseluruhan, bukan menentang adat Minang yang menjadi kearifan lokal saat ini,
ia hanya mengkritik adat Minang yang katanya tidak lagi sesuai dengan jalan
kondisi hidup saat ini. Ia berani berkata demikian, karena ia mengalami sendiri
sebagian aturan dan kesepakatan adat begitu membelenggunya, bahkan menyiksa
baginya. Maka sangat wajar jika kemudian Buya Hamka mampu membuat novel2
fenomenal yang mengkritik keras adat Minang dan hingga kini terus di kagumi.
Itu karena ia menulis atas pengalaman sendiri, yang merasakan sakitnya dipaksa
untuk berfikir dan bersikap atas kehendak adat. Itulah Buya Hamka.
Kini saatnya melihat ke depan, sungguh dunia terus
berubah, dan sejatinya tidak ada yang kekal dengan perubahan zaman. Sejarah
telah memperlihatkan contoh, roda zaman terus berputar, dan kita tidak bisa
menghentikannya. Sesuatu yang tidak bisa bergerak mengikuti roda, maka akan ia
akan terlindas.
Bersiaplah, hanya menunggu waktu yang tepat saja.
Mei--Lubuk Tarok, ketika masa-masa sulit
Comments