KE MANA ARAH SEMINAR MELACAK BOROBUDUR?




Beberapa waktu lalu, publik Jogja khususnya kalangan akademisi, budayawan dan pemerhati sejarah cukup dihebohkan dengan sebuah rencana seminar yang digagas oleh Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM. Seminar itu berjudul Melacak Borobudur: Kebesaran Sulaiman atau Syailendra? sebuah tema yang sensitif dan judul yang provokasi, karena itu banyak yang bertanya dan menduga-duga apa tujuan seminar ini?

Sebenarnya, secara momentum seminar ini tak lagi menarik, karena “hangatnya” kesimpulan K.H Fahmi Basya yang mengatakan Borobudur sebagai peninggalan Sulaiman sudah lama berlalu, 6-7 tahun yang silam kalau tidak salah. Kini kehangatannya sudah berubah menjadi dingin bahkan mungkin sudah basi untuk diperbincangkan. Tapi, untuk diskusi keilmuwan (dialetika), seminar ini akan tetap menarik untuk dibahas apalagi pelaksanaannya di kampus, karena perdebatan tentang Borobudur sebagai peninggalan Sulaiman atau Wangsa Syailendra tidak pernah berakhir dengan terang. Setidaknya bagi publik (masyarakat awam), hal ini masih misterius. 

Kita banyak menemukan masyarakat yang masih bingung, mereka yang telah lama mengetahui dan meyakini Borobudur sebagai Candi Budha, namun sejak beberapa tahun yang lalu mulai mempertanyakan kembali, benarkah? karena di sisi lain kesimpulan Borobudur sebagai tinggalan Sulaiman disusun dengan baik dan tampak menyakinkan oleh KH. Fahmi Basya. Jadi mana yang benar?

Bagi sebagian kalangan arkeolog hal tersebut sepertinya tidak terlalu dipermasalahkan. Apalagi bagi mahasiswa arkeologi, kesimpulan Borobudur sebagai tinggalan Sulaiman tidak lebih dari sekedar bahan perbincangan di kantin yang dipandang sebelah mata. Lebih banyak sebagai bahan olokan dibanding bahan untuk berfikir kritis dan diskusi yang sehat. Bagi mereka kesimpulan tersebut adalah pseudoarkeologi.

Kemana Arah Seminar Nanti?
Sejak posternya disebarkan minggu lalu, perbincangan tentang seminar ini ramai dengan berbagai komentar dan prediksi-prediski liar dari banyak kalangan. Bahkan tidak hanya di media sosial, kabarnya seminar ini juga dibahas khusus oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Banyak yang merespon baik, banyak pula yang mempertanyakan, kenapa harus dilaksanakan? Mau dibawa ke mana seminar ini nanti?

Saya rasa, munculnya komentar dan prediksi liar tersebut, karena kurangnya narasi pengantar dari panitia pelaksana tentang kegiatan ini. Seperti latar belakang, tujuan, lingkup pembahasan dan jalannya kegiatan seminar nanti. Dengan isu yang sensitif dan judul yang provokatif, namun minim narasi, publik seakan sengaja diberi ruang untuk berifkir liar sehingga memunculkan komentar-komentar sangat beragam bahkan berandai-andai. 

Baiklah saya rangkum komentar liar masyarakat dunia maya tentang 3 kemungkinan yang akan terjadi pada seminar in:

1. 1. Seminar ini akan menyuguhkan suasana diskusi yang keren tak tertahankan. “suatu yang selama ini dianggap tabuh dan dipandang sebelah mata dalam forum dialektis, kini akan diperbincangkan dalam sebuah seminar resmi di salah satu kampus terbaik di negeri ini. Seminar ini akan menawarkan kedewasaan berfikir pada para peserta. Bukti-bukti Borobudur sebagai tinggalan wangsa syailendra akan ditunjukan secara gamblang, begitu pula bukt-bukti Borobudur sebagai tinggalan Sulaiman akan disuguhkan tanpa basa-basi. Di sini para peserta akan di tantang berfikir kritis dan menganalisis dengan baik lalu menentukan mana yang lebih tepat. 

    Pada poin ini kita sama-sama menempatkan, kesimpulan Borobudur sebagai Candi budha belum final begitu juga Borobudur sebagai tinggalan Sulaiman belum tentu pseuodoarkeologi. Keduanya sama-sama merupakan hasil penelitian seperti pada umumnya dan di UGM nanti publik akan sama-sama melihat serta menguji kebenarannya. 

Bayangkan di abad ini, dalam konteks sejarah panjang arkeologi Indonesia, kapan lagi kita bisa menyaksikannya seminar sekeren ini.
   
a 2. Namun, di sisi lain seminar ini sekaligus juga akan menjadi tempat untuk mencari yang benar dan yang salah. karena di sini “pseudousain akan dipertemukan dengan sains. Jika demikian untuk sementara kita semua bisa menebak mana yang akan menang. Pseudosain kembali akan menjadi bahan olokan, tidak lagi hanya di kantin, tai juga di kampus yang megah itu. Tapi ini kemungkinannya kecil sekali.

   3. Kemungkinan ketiga adalah seminar ini akan menjadi acara lucu-lucuan. Sebagian besar masyarakat memprediksi ini karena melihat nama Bapak Susilo Nugroho (Den Baguse Ngarso) sebagai Moderator. Kita semua kenal Beliau.

Apapun komentar publik atas rencana seminar ini, ada peran panitia yang sangat penting dalam mencitptakan dan mengelolanya. Di satu sisi, kurangnya narasi pengantar menjadi kelemahan panitia dalam membuat seminar, tapi di sisi lain ini malah menjadi kelebihan dalam strategi pemasaran dan publikasi acara. Semakin banyak orang yang penasaran, yang bertanya-tanya, maka akan semakin banyak pula kemungkinan peserta yang akan datang. Auditorium FIB UGM bisa membludak dan tumpah ruah. Jika itu terjadi nanti, maka adalah salah satu prestasi dalam sejarah perhelatan acara mahasiswa arkeologi, yang selama ini sepi peminat.

Tapi apapun itu, saya ingat, 1 tahun yang lalu di Auditorium FIB UGM, tempat yang sama untuk penyelenggaraan Seminar Melacak Borobudur nanti, Guru kami Dr. Daud Aris Tanudirjo, M.A pernah membacakan Pidato Ilmiahnya dalam rangka Dies Natalis FIB UGM ke-70, yang berjudul Refleksi Kebudayaan: Dari Postmodern Hingga Pseudosain

“Perlu disadari, pseudosain kini telah mampu mengonstruksi pengambilan keputusan terkait kebijakan yang menentukan jalan dan arah kebudayaan kita mendatang (Sokal, 2004; Hansson, 2014; Raff, 2013). Pertanyaannya, apakah kita akan membiarkan perjalanan kebudayaan kita dibimbing oleh buah-buah pikiran pseudosain? Relakah arah kebudayaan kita dipandu oleh mitos-mitos baru yang tidak pernah secara terbuka diwacanakan dalam suasana lebih dialektis? Dan, apakah buah-buah pikiran pseudosain akan menghantarkan kebudayaan kita menjadi sarana untuk lebih memanusiakan diri kita?

Pada akhirnya, Saya mengira seminar ini adalah respon mahasiswa arkeologi UGM jaman now atas pemikiran dalam kutipan Bapak Daud di atas. Lalu jika benar itu latarbelakangnya, akan seperti apa jalannya semainar nanti?

Tunggu tanggal mainnya!
Ayo Beli Tiketnya, Saya sudah Beli !

Comments

Popular Posts