Awal Cerita Tim Boelongan UGM
Bagi kami mahasiswa arkeologi, bisa
melakukan penelitian Arkeologi Bawah Air itu bisa disebut sebagai sebuah mimpi
yang akhirnya terwujud. Disebut mimpi, karena memang peluang untuk melakukan
penelitian Arkeologi Bawah Air tidak semudah melakukan penelitian arkeologi di
darat. Sebabnya cukup banyak mulai dari terbatasnya sumber daya manusia yang
handal, minimnya peralatan hingga terbatasnya dana.
Hal seperti ini terjadi di
seluruh Jurusan Arkeologi se-Indonesia bahkan dikalangan para ahli sekalipun,
sehingga penelitian Arkeologi Bawah Air di Indonesia sampai saat ini masih
belum banyak dilakukan. Namun, sedikit berbeda dengan kampus lain, di UGM kami cukup
beruntung karena telah disediakan fasilitas dan perlengkapan selam yang cukup
untuk melakukan penelitian Arkeologi Bawah Air, walaupun kemudian kami lebih
banyak belajar mandiri mengenai teori maupun prakteknya.
Maka, dengan keadaan demikian, adalah
suatu kebanggaan dan rasa syukur kepada Allah SWT, ketika tahun ini kami dapat melakukan
penelitian Arkeologi Bawah Air. Melalui sebuah Program Kegiatan Mahasiswa (PKM)
yang diwadahi dan didanai oleh KEMENRISTEK-DIKTI, pada bulan April 2016 yang
lalu kami melakukan penelitian di Kapal Boelongan yaitu kapal kargo milik
Belanda yang tenggelam di Teluk Mandeh, Sumatera Barat saat Perang Dunia tahun
1942.
Menyadari diri yang masih minim akan pengetahuan baik secara teori maupun
kemampuan teknis penyelaman, bagi kami kegiatan ini sebenarnya lebih merupakan
sebuah kesempatan pembelajaran yang amat berharga daripada menyebutnya sebagai
“penelitian profesional”. Sebuah
kesempatan untuk belajar mandiri mengurus penelitian yang cukup “susah” karena
lokasi di bawah laut dan membuthkan operasional dana yang besar. Sebuah
kesempatan yang “langka” bagi mahasiswa arkeologi Indonesia untuk bisa mengasah
daya fikir dalam memecahkan masalah Arkeologi Bawah Air Indonesia.
Kini, 1 tahun sudah Tim Boelongan
terbentuk, maka selama itu pula kami telah melakukan berbagai rangkaian
kegiatan. Mulai dari input proposal penelitian ke DIKTI pada bulan Oktober 2015
yang lalu, persiapan dan mengurus perzinan penelitian ke berbagai pihak
terkait, pengumpulan data di Teluk Maneh pada bulan April 2016, pembuatan
laporan, menggelar diskusi dan pameran, monitoring dan evaluasi oleh DIKTI
hingga mengikuti berbagai kompetisi karya tulis ilmiah, sayembara penulisan
buku, seminar serta konfrensi tingkat nasional dan Internasional.
Bahkan dari hasil
penelitian ini, di akhir tahun 2016 kemarin lahir sebuah skripsi yang mampu
“meluluskan” salah satu dari anggota tim kami dan satu orang lagi sedang proses
menuju gelar sarjana. Atas semua kegiatan dan capaian tersebut, Alhamdulillah
kemudian kami mendapatkan berbagai penghargaan, prestasi dan apresiasi dari
banyak pihak. Sebuah hasil akhir yang cukup manis bagi kami yang memulai semua
rangkaian kegiatan ini dengan cukup bersusah payah. Tentu ini buah dari segala semangat,
kerja keras dan kerjasama semua anggota tim. Hasil atas proses berbulan-bulan
membaca sumber literatur, hasil atas proses berlelah-lelah mencari bantuan dana
kegiatan dan peralatan selam ke banyak pihak. Serta hasil atas berbulan-bulan
menulis laporan, artikel, latihan presentasi serta menggelar diskusi dan pameran.
Karena itu,
buku ini disusun sejatinya sebagai kenang-kenangan bagi kami semua anggota Tim
Boelongan yang pernah berjuang dan belajar bersama-sama satu tahun ini. Selain itu
penyusunan buku ini juga sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban kami kepada
banyak pihak, yang telah membantu dan mendukung kami dari
awal kegiatan hingga penulisan buku ini. Sebuah laporan pertanggungjawaban yang
diharapkan lebih menarik dan enak untuk dibaca. Lalu tidak dipungkiri juga, terselip harapan kiranya buku ini dikemudian
hari dapat menjadi inpirasi bagi teman-teman mahasiswa lainnya agar kedepan bersama-sama
melakukan yang serupa bahkan lebih dari yang telah kami lakukan sebelumnya.
Buku ini sejatinya
adalah kumpulan artikel kami yang dipresentasikan dalam seminar dan konferensi
serta artikel yang menjuarai berbagai kompetisi karya tulis ilmiah Nasional hingga
Internasional. Selain itu juga ada tulisan
singkat tentang latar belakang sejarah tenggelamnya MV. Boelongan Nederland
saat perang Pasifik. Tak lupa juga kami menceritakan kondisi Kawasan Teluk
Mandeh masa dahulu, sebagai salah satu jalur pelayaran di pesisir barat Pulau
Sumatera dan kini sebagai Kawasan Wisata Bahari unggulan di Indonesia.
Pada intinya,
terdapat dua hal utama yang ingin kami sampaikan dalam buku ini. Pertama, yaitu
rekonstruksi sejarah MV. Boelongan Nederland sejak pertama kali karam tahun
1942 hingga ditemukan kembali pada awal tahun 1990an dan kini menjadi salah
satu daya tarik wisata selam unggulan di Kawasan Wisata Bahari Teluk Mandeh.
Kedua, kami mencoba menawarkan beberapa konsep alternatif pengelolaan wisata
selam di MV. Boelongan Nederland berdasarkan prinsip pariwisata berkelanjutan
dengan tetap memperhatikan aspek-aspek pelestariannya sebagai cagar budaya.
Besar
harapan atas semua gagasan dan konsep
yang kami usulkan tersebut bisa menjadi referensi atau setidaknya pertimbangan
bagi pemangku kepentingan dalam menyusun rencana penglolaan wisata bahari di
Teluk Mandeh kedepannya. Namun jikapun belum bisa, setidaknya kami berharap
konsep-konsep yang ditawarkan menjadi pemicu pemikiran kritis bagi teman-teman
mahasiswa lainnya dalam membahas issu arkeologi maritim maupun pariwisata.
Kami menyadari dengan sepenuhnya jika
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam buku ini, maka yang hal tersebut
tidak terlepas karena status kami sebagai mahasiswa yang masih minim akan pengetahuan
dan pengalaman. Kekurangan seperti dasar teori yang belum kuat, data yang
kurang valid atau tata bahasa yang kurang baik. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik dan masukan dari banyak pihak guna memperbaiki isi buku ini kedepannya.
Terakhir, selain kesalahan dalam
penulisan buku, mugkin ada kesalahan lainnya
yang telah kami perbuat selama satu tahun melaksanakan kegiatan ini. Seperti
kenekatan kami sebagai penyelam pemula melakukan penyelaman sekaligus bekerja
(sebagai arkeolog) di Kapal Boelongan dengan kedalaman 18-28 meter dibawah laut.
Kondisi itu diperburuk karena visibility
yang cukup buruk hanya 2-1 meter. Namun beruntung kesalahan kami mungkin tidak
terlalu fatarl, karena saat penyelaman dipimpin oleh Pak Samsuardi, Instruktur
selam dari SANARI DIVE. Walaupun sebenarnya Pak Samsuardi sebelumnya tidak
bersedia namun akhirnya “terpaksa” setelah kami memohon dengan sedikit “memelas’.
Maka atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja selama
ini, kami ucapkan banyak mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak
terkait.
Comments