AWAL LANGKAH DI KARIMUNJAWA



“Dan akhirnya, semua rangkaian latihan selama 8 bulan terakhir berujung di Laut Jawa. Setelah lulus Pengetahuan Akademis Penyelaman, Latihan Ketarampilan Kolam dan Latihan Perairan Terbuka di karimunjawa, Sertifikat A1 itu akhirnya dalam genggaman. Namun jelas sebagai Mahasiswa Arkeologi, menyelam tidak hanya untuk melihat keindahan terumbu karang, ribuan spesies ikan, dan kehidupan biota laut lainnya, tapi lebih dari itu menyelami sisa-sisa bangkai kapal, helikopter, pesawat tempur, keramik kuno yang terkubur dalam lautan luas negeri ini, lalu merekonstruksi sejarah dari berbagai Sumber daya Arkeologi bawah laut itu. Maka sejatinya, sertifikasi A1 ini bukanlah akhir, tapi sebuah langkah awal. Langkah awal dari perjalanan menjadi sumber daya manusia yang handal di bidang Arkeologi Bawah Air  Indonesia”.


Diufuk barat matahari perlahan semakin mendekati tepi imajiner Laut Jawa. Kali ini Rona jingganya terlihat lebih sempurna dilangit senja. Dari tengah laut kapal yang kami tumpangi terus melaju maksimal menuju dermaga Syahbandar, membelah setiap gelombang ombak yang dilewatinya. Senja ini, waktunya kami  kembali pulang setelah seharian melakukan penyelaman di laut karimunjawa. 

Telah Empat hari kami disini-Tim Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM yang beranggotakan 15 orang
mengikuti Latihan Perairan Terbuka (LPT) di Perairan Karimunjawa 4-10 Juni 2014- Sebelumnya, dalam 4 bulan terakhir, Divisi Selam Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM juga telah melaksanakan kegiatan Pengetahuan Akademis Penyelaman (PAA) dan Latihan Keterampilan Kolam (LKK). Dalam standar POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) PAA, LKK dan LPT adalah tiga rangkaian kegiatan yang harus dilewati penyelam untuk mendapatkan sertifikat selam A1 (1 Star Scuba Diver). 

 Hari Pertama LPT Kamis 5 juni, adalah tes kemampuan dasar di air : berenang sejauh 200 meter nonstop, berenang 12 meter dibawah air (apnea), 10 menit mengayuh dipermukaan air (water trapen) tanpa bantuan alat. Dilanjutkan Skin diving dan Fins Swimming, lalu terakhir materi Scuba diving (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus), melakukan penyelaman dengan kedalaman 3-9 meter. Semua materi ini dilakukan di Dermaga Syahbandar.
Hari kedua Jumat 6 juni, adalah materi pendalaman scuba diving. Melakukan penyelaman di pelabuhan Karimunjawa yang mencapai kedalaman 12 meter. Penyelaman pada hari pertama dan kedua menekankan dan memfokuskan pada kenyamanan, keseimbangan tubuh (Buoyancy) dan ketenangan penyelam dibawah air.
Hari ketiga Sabtu 7 Juni, pendalaman materi scuba diving dilanjutkan ke pulau-pulau dan lokasi tanggelamnya kapal Indonor. Penyelaman yang lebih dalam mencapai 16 meter dan arus yang kuat merupakan tantangan yang harus dilewati penyelam. Butuh ketenangan yang lebih, bouyensi, dan kemampuan mengatasi tekanan yang semakin besar. Pemandangan bawah laut disekitar kapal indonor sungguh luar biasa menakjubkan. Ikan-ikan, karang dan biota laut indah lainnya menemani kapal Inggris yang telah puluhan tahun tertidur diperairan karimunjawa itu.



Indonor merupakan kapal kargo tipe Scandinavian bertenaga uap (batu bara) yang pernah digunakan untuk membantu distribusi logistic saat Perang Dunia II. Setalah Perang Dunia II berakhir kapal ini dialihkan untuk pengiriman kargo-kargo keantar Negara. Indonor tenggelam di Karimunjawa pada tanggal 3 februari 1960 dalam perjalanan dari Palembang menuju Surabaya. Penyebabnya karena lambung kapal menghantam karang-karang yang ada di perairan dangkal. Kapal tenggelam secara keseluruhan pada tanggal 7 februari 1960. Kapal yang dibuat pada tahun 1941 digalangan kapal West Hartlepool, Inggris ini memilki nama asli (pertama) Empire Pilgrim (Noviandra 2014).

  


Sebuah Langkah Awal.
Kasus penemuan dan pengangakatan muatan kapal-kapal kuno diperairan Indonesia, Galdermasen (1986) diperairan Riau, Flor de Marsi selat malaka, Tek Sing (1999), Belitung Wreck (2005) dan lainnya oleh pihak asing maupun masayarakat lokal secara ilegal yang menyebabkan Negara tidak hanya kehilangan data sejarah penting tapi juga kerugian materi jutaan dollar AS,  adalah sejarah kelam bagi dunia Arkeologi Bawah Air Indonesia. Publik mempertanyakan dimana peran Arkeolog yang bertangung jawab menangani dan melestarikan semua kekayaan tinggalan arkeologi bawah laut itu? 

Hingga saat ini terbatasnya ketersediaan Sumber Daya Manusia yang handal adalah salah satu permasalahan serius yang dihadapi dunia Arkeologi Bawah Air Indonesia. Alasannya jelas, penelitian dan pelestarian Arkeologi Bawah Air membutuhkan Arkeolog yang mampu menyelam minimal bersertifikat A2, namun nyatanya Inodonesia tidak memiliki SDM yang cukup untuk mengelola tinggalan arkeologi bawah airnya yang sangat berlimpah itu.

(Widyawati 2012), dalam tulisannya “Pengelolaan Tinggalan Budaya Bawah Air di Indonesia  menjelaskan ketersediaan SDM handal (Arkeolog Bawah Air) Indonesia. Hingga tahun 2010 didalam lingkungan Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, tercatat hanya 58 orang (Arkeolog) memiliki sertifikat  selam, tersebar ditingkat pusat dan di daerah. sebanyak 19 orang bersertifikat tingkat dasar (A1), 34 orang bersertifikat  tingkat lanjut (A2), dan 5 orang  bersertifikat tingkat mahir (A3). Sedangkan potensi tingalan ABA Indonesia yang harus di kembangkan sangatlah banyak dengan cakupan waliayah yang sangat luas. Inventarisasi yang dilakukan oleh Departemen Kelautan Dan Perikanan terdapat 463 lokasi kapal tenggelam antara tahun 1508 sampai dengan 1878 yang tersebar di perairan Indonesia. Laporan penelitian VOC terdapat 274 lokasi kapal tenggelam di Indonesia. Menurut sejarahwan Cina, terdapat 3.000 kapal tenggelam yang berada di perairan Indonesia (Helmi 2010 dalam Harry 2010). Data-data tersebut masih merupakan data sementara yang akan terus bertambah karena potensi arkeologi bawah air tidak hanya kapal-kapal dari sebelum abad ke XIX M saja namun juga potensi kapal dan pesawat tenggelam perang dunia II yang tenggelam di perairan Indonesia baik dari pihak Jepang maupun Sekutu (Harry 2010).

Jumlah ketersediaan SDM mungkin terus bertambah dalam 2 tahun terakhir ini, namun jelas dibutuhkan SDM lebih banyak lagi, agar sejarah kelam belasan tahun lalu  tidak terulang kembali dan yang paling penting adalah kekayaan tinggalan arkeologi bawah laut yang dimiliki negeri ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia sendiri.

Himpunan Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada, menyadari dan memahami persoalan ini. Tidak hanya berdiam diri, namun mencoba bergerak untuk menjawab permasalahan yang ada walau terkadang hanya dianggap usaha kecil. Tahun ini 2014, melalui divisi selamnya, Hima kembali melaksanakan sertifikasi A1 (1 Star Scuba Diver) selam untuk 11 mahasiswanya. Sebuah langkah nyata menyiapkan SDM yang handal dalam bidang Arkeologi Bawah Air.


(Harry, 2010) menjelaskan dalam tulisannya “Permasalahan Arkeologi bawah Air Indonesia”. Untuk melakukan proses survei, ekskavasi dan pelestarian benda peninggalan bawah air dibutuhkan arkeolog  yang memiliki sertifikat selam minimal tingkat A2 untuk standar POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) atau ASD (Advance Scuba Diver) untuk standar NAUI ((National Association Underwater Instructor). Selain kemampuan menyelam yang baik, untuk setingkat mahasiswa tentunya perlu pendalaman pengetahuan secara teori mengenai Arkeologi Maritim dan Arkeologi Bawah Air.  Lalu mengadakan pelatihan dan penelitian Arkeologi Bawah Air yang diikuti mahasiswa tentunya satu hal yang penting.

Maka jelas, sertifikasi selam A1 yang telah diselenggarakan HIMA untuk 11 mahasiswanya ini bukanlah akhir tapi baru sebuah langkah awal, langkah awal dalam menyiapkan SDM yang handal dalam dunia Arkeologi bawah air Indonesia. Untuk menunaikan tanggung jawab sebagai akademisi yang berperan aktif dalam mengelola dan memanfaatkan tinggalan arkeologi bawah air yang sepenuhnya untuk kesejahteraan Rakyat Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No 10 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya. Semoga.





Daftar Pustaka :

1.      Buku Petunjuk 1 Star Scuba Diver CMAS-Indonesia. Dewan Instruktur Selam Indonesia
2.      Sofyan, Harry. 2010. Permasalahan Arkeologi Bawah Air di Indonesia dalam Jurnal Kapata Arkeologi, Jurnal Arkeologi Wilayah Maluku DanMaluku Utara Balai Arkeologi Ambon.
3.      Widiati. 2012. Pengelolaan Tinggalan Budaya Bawah Air di Indonesia Rektorat  Warisan Budaya Bawah Air  dan Masa Kolonial.
1.      Noviandra, Ganes. 2014. Strategi Pelestarian Situs Kapal Tenggelam Indonor di Kepulauan Karimunjawa.
4.      http://divetowreck.blogspot.com/2009/01/mengapa-arkeolog-perlu-menyelami-bawah.html  (diakses 18 Juni 2014)
5.      http://www.ekspedisiindonor.8k.com/ekspedisi.htm (diakses 19 Juni 2014)

Comments

Popular Posts