MENGENANG KEMBALI PIAMI XV SULAWESI SELATAN
Melewati tengah
malam ini, ketika jalanan begitu sepi kendaraan, Mobil avanza ini terus melaju
menyusuri tepi barat Provinsi Sulawesi Selatan. Didepan, melaju mobil yang
disupiri Gilang. Bersamanya ada wiji, dina, wastu, dina, Udin. Ada rasa cemas ketika
melihat mobil yang dikendarai gilang melaju sangat cepat dan menyalip
seenak jidatnya. Apalagi dua hari yang lalu Gilang mengatakan bahwa ini pertama
kalinya ia mengendarai mobil jarak jauh dan antar kota. "Di Jakarta aja
gua ng pernah bawa mobil lama, paling cuma 2 jam-an", katanya pongah.
Didepan mobilnya
gilang melaju mobil teman-teman UNUD dan UI, Supirnya bang Adang. ini jauh
lebih gila, hanya ketika awal berangkat dari rumah Ana tadi, mobil hitam itu
kelihatan, lalu 15 menit selanjutnya di belokan apalagi dijalan lurus wujudnya
tidak tampak lagi. Tapi sebenarnya mereka tidak perlu terlalu untuk dicemaskan
karena Bang Adang sendiri adalah Orang Makassar, telah berulang kali
bolak-balik Makassar-Tanah Toraja, sudah sangat paham bagaamana kondisi jalanan
disini.
Jujur malam ini saya
tidak bisa tidur, selain juga karena sempit, desak-desakan, saya terus memikirkan
gilang dan yang lainnya, selalu berdoa semoga gilang selalu sadar mengendarai
mobil, selalu ingat kuliahnya belum selesai dan yang penting dia belum menikah.
Selanjutnya belokan tajam dengan
jurang-jurang curam jalanan di Enrekang,, cahaya lampu dari kapal kapal
kecil nelayan dikejauhan laut pare-pare, lalu Rumah-rumah panggung khas
Sulawesi Selatan menemani dalam perjalanan pulang ini, Tanah Toraja-makassar.
**
Kalimat bijak "Waktu akan terlalu lama bagi mereka yang menunggu, dan akan terlalu cepat bagi mereka yang bahagia” benar-benar saat rasakan saat ini.
Baru kemarin
rasanya, tanggal 9 agustus 2014 itu, ketika dengan segala rasa bangganya, kita
berangkat dari 5 kota : Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan Lombok menuju
Sulawesi selatan- berkumpul semua disana untuk mengikuti PIAMI XV bersama
mahasiswa arkeologi lainnya UI, UNUND, Haluleo dan UNHAS.
Masih saya ingat
jelas bagaimana perjalanan panjang ini dimulai : 10 jam lebih naik bis Eka
(bareng lilin dan rakay) dari Yogyakarta- Surabaya, lalu kita bermalam di
bandara Juanda Sidoarjo Jawa Timur. Kepolosan Siswanto yang datang begitu cepatnya ke
Bandara, pukul 5 sore,-padahal pemberangkatan pesawat pukul 5 subuh-sehingga
harus menunggu kami yang dari yogyakarta begitu sangat lama. Kekonyolan Umar yang bingung saat itu bagaimana menghidupkan kran air toilt Bandara Juanda, kesederhanaan kita tidur di lobby bandara, beralaskan
koran, berbantalkan buku adalah kenangan yang akan terus saya ingat ketika tiap
kali nanti menginjakan kaki di BANDARA Juanda.
Lalu ingat pagi yang
indah itu, 10 september 2014, diatas awan, kita menyaksikan matahari
mulai merekah di ufuk timur sehingga awan putih-langit biru itu semakin tampak
jelas dari kaca jendela pesawat GARUDA AIRLINE. Lalu ketika mentari itu telah
menampakan wujudnya begitu sempurna, dengan senyum bangga kita menginjakan kaki
untuk pertama kalinya dikabupaten Maros, Sulawesi Selatan. its amaizing.
Mengingat kembali
kegiatan PIAMI selama 10 hari di Kab. Maros Pangkep, dan kota Makassar tentunya
banyak hal yang bisa dikenang kembali : Tentang “Wastu dan kakaknya
"TOLE" yang super perhatian, “ohh
ngono to”…” tentang Lilin dan
Rakay yang selalu lengket, every
where and everytime, tentang Hasbi yang selalu menginspirasi, Umar dengan
tidur dan laporannya tiap jam di FB, Udin dengan kamera dan tripotnya, Siswanto
dengan istilah-istilah asingnya tentang karst, Asror, Wiji, Eta, Wulan dan
dina13& 12 dengan semua kegilaannya, tentang Dhani dan bang arga”
Dhaniii makannn?? Hmmm emmm, tentang Hamdan dan Dodi si nak arekolog “aduh mama sayange” Hamdan dan KAKAKnya,, “kakak nona dan
adik bayi” dan terakhir tentang Mereka yang begitu doyan Minum sehingga umar begitu terlihat emosi
pada malam penutupan. semuua terasa begitu lengkap.
Tentang kegiatan Seminar, observasi langsung ke situs-situs, diskusi bersama para stakeholder, sungguh itu semua pengalaman yang amat berharga bagi kita sebagai mahasiswa Arkeologi.
Tentang kota
makassaar dengan senjanya yang indah dipantai Losari, sunsetnya bener-bener
cakep banget. Enaknya Pisang epek, sedapnya Coto Makassar, dan bannnyak
lagiii,, sungguh banyak lagi yang akan teringat bila menghitung mundur kegiatan
kita 10 hari kebelakang. Dan subuh ini, tanggal 23 agustus 2014 kita baru saja
pulang dari destinasi bagian terakhir perjalanan panjang ini, Tana Toraja.
Tanah toraja dengan
suasana dinginnya yang sungguh-sangat-amat, Tongkonan yang luar biasa
mengagumkan, Peti mati-tulang menulang-tengkorak didalam gua-gua yang
menciutkan nyali-batu besar, pohon berisikan mayat bayi membuat akhir perjalanan panjang di sulawesi selatan ini begitu terasa
sempurna.
Berbicara Tanah
Toraja maka ada banyak nama yang akan selalu diingat salah satunya Ana Dian Setyawati. Ditanah Toraja
saya baru merasakan Ana menjadi seorang perempuan yang sempurna, Ketika dia
bangun subuh-subuh lalu masak untuk sarapan pagi kita.
Canda tawa, senyuman
indah, senang, bangga, dan suka, rasanya setiap hari disana diewati dengan itu
semua, walau sesekali ada rasa kecewa bahkan penyesalan ketika semua tidak
seperti yang kita harapkan. tapi aku fikir itu adalah bagian dari proses
pembelanjaran selanjutnya untuk kita persiapkan lebih baik lagi, dan proses
pendewasaan diri,, ketika kita hidup di tempat yang baru dengan kebiasaan dan
budaya yang amat berbeda. Bahwa Itu bukanlah masalah tapi bagian dari keindahan
hidup di Indonesia tanah air tercinta ini, kalau kita memiliki saudara yang
beragam dengan sejuta kebiasaan dan budayanya.
**
Jam di HP sudah menunjukan lewat pukul 2 subuh, Mobil terus melaju dengan begitu cepatnya, saya fikir kecepatannya tidak kurang dari 60km/jam. Bang Heri masih duduk didepan mengemudikan mobil, ditemani andre yang duduk disampingnya. sekilas mereka berdua masih terlihat sadar dan bugar walau sudah mengemudi lebih dari 4 jam, katanya karena efek dari ritual minumnya sesaat sebelum barangkat dari tana toraja tadi,, "bener-bener gila, edan".
Diluar pandangan
tidak begitu jelas, gelap juga karena kaca mobil tertutup embun malam. Aku
tidak tahu sudah sampai dimana sekarang, yang pasti pare-pare telah dilewati
dan kemungkinan sekarang sedang dan menuju PANGKEP, berarti masih ada Kab.
Maros baru nanti sampai di Kota Makassar.
Disamping saya ada
hasbi, ana dan lilin yang tidur desak-desakan di bangku tengah mobil. Dibangku
belakang ada siswanto, asror dan rakay, yang ng kalah sempitnya lagi.
jelas satu mobil avansa diisi 9 orang akan sangat sempit, Tapi sebenarnya
disinilah letak keindahannya itu kawan, lewat sebuah kebersamaan. Kebersamaan
dengan kalian semua. Terima kasih atas semua perjalan hebat ini. Salah
satu perjalanan hebat yang akan terus saya ingat dalam pengalaman merantau puluhan tahun nanti.
Comments
btw, kamu ana yang sama dengan didalam cerita ini nggak ya?